Kamis, 22 Juni 2017

Misteri di Balik Pesona Karimunjawa


Karimunjawa, tentu kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Kita barangkali sudah sering mendengarnya dan yang tergambar dalam benak kita ketika mendengar nama kepulauan itu disebut adalah gugusan pulau nan indah disertai panoramam pantai berpasir nan menawan dan juga pemandangan bawah laut yang memesona. Beda ketika saya pertama kali mendengarnya di kisaran tahun 2000 silam. Saya tidak punya bayangan apa-apa tentang Karimunajwa, mendengarnya pun juga jarang. Saat itu, saya masih berstatus sebagai mahasiswa di UNS. Ada salah satu teman yang asalnya dari Jepara dan bercerita tentang pesona Karimunjawa. Saya masih awam tentang Karimunjawa. Namun, mendengar cerita dari teman tadi, saya seketika begitu tertarik untuk berkunjung ke sana. Kelihatannya begitu indah dan saya berpikir, saya harus ke sana. Hingga, terwujudlah keinginan saya mengunjungi Karimunjawa. Kali ini, saya ingin menuliskan perjalanan saya ketika untuk kali kedua ke Karimunjawa di bulan Mei 2016 lalu.

Kalau dulu, saya ke Karimunjawa melalui jalur Semarang, naik bisa berlima. Nah, di tahun 2016 itu, saya mulai perjalanan saya dari Gemolong, Sragen. Saya dan beberapa teman mengendari motor menuju ke Jepara. Membutuhkan waktu sekira 3 jam perjalanan. Pagi-pagi sudah sampai pelabuhan Jepara. Kami sudah membeli tiket via internet, hingga tidak khawatir akan kehabisan, apalagi saat itu musim liburan. Karimunjawa kini semakin ramai dikunjungi wisatawan.

Ada beberapa kapal yang melayani route Jepara Karimunjawa. Dari yang biasa hingga yang eksekutif. Yang perlu diperhatikan, masing-masing kapal berbeda jadwalnya dan tidak setiap hari ada. Untuk lebih lengkap bisa check di internat ya, banyak kok yang menyediakan informasi terkait jadwal dan harga tiket ke Karimunjawa. Ada juga pesawat terbang, tetapi dari Semarang dan Surabaya. Saat itu, saya  naik kapal Bahari Ekspres. Harga lebih mahal dibanding kapal lain, tetapi tentu lebih nyaman dan yang utama adalah lebih cepat. Dengan menggunakan kapal ini, Jepara Karimunjawa bisa ditempuh dalam waktu sekira 2 jam. Padahal, kalau pakai kapal lain, misal Siginjai, bisa sampai 5 jam dengan harga tiket per orang sekira 60 ribu. Kalau Bahari Ekspres per orang adalah 150 ribu. Kalau kalian pergi ramai-ramai dan tidak terikat waktu pekerjaan, pakai Siginjai juga ok, hemat soalnya, hehe.

Bagi saya yang sudah pernah ke Karimunjawa sebelumnya, akan melihat bagaimana Karimunjawa sangat berbeda dengan 16 tahun lalu. Dulu, suasana Karimunjawa masih sepi. Susah mencari penginapan. Kalau sekarang, wuih... sangat ramai dan banyak bertebabaran penginapan, dari yang murah hingga yang mahal setara hotel berbintang. Dulu, jarang sekali saya menemukan kendaraan di sana, sekarang, berseliweran motor dan mobil. Bukan saja penduduk yang tinggal di sana, tetapi pengunjung yang menyewa kendaraan untuk keliling Karimunjawa juga banyak. Kalau tidak membawa motor sendiri, untuk transportasi keliling pulau, memang bisa menyewa motor atau mobil jika rombongan. Kalau motor, harga sewa perhari kisaran 50-70 ribu. Tergantung kita negonya, hihi.


Jadi, Karimunjawa ini adalah kepulauan yang ada di tengah Laut Jawa. Ada 27 pulau yang tersebar, dan ada satu pulau induk/paling besar dan tentu paling ramai sebab menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Karimunjawa. Nah, keindahan Karimunjawa akan terlihat jelas kalau kita sudah keliling pulau-pulau yang ada, snorkeling, atau mengunjungi pantai-pantainya.

Saat itu, saya merencanakan akan bermalam di Karimunjawa selama empat malam, cukup lama, hehe. Hal itu disebabkan saya pas memang liburan dan ingin benar-benar puas menjelajahi Karimunjawa. Meskipun, faktanya saya hanya menginap tiga malam sebab saya dapat berita harus segera ke Solo di hari akhir itu. Terpaksa tiket Bahari Ekspres yang sudah saya pesan hangus, dan saya pulang dengan naik kapal Siginjai. Tiket yang bahari sudah habis, sementara kalau saya tukar diajukan jadwal kepulangan sudah tidak bisa sebab juga sudah penuh.

Tiga malam di Karimunjawa, saya variasikan, ada yang tidur hotel dan ada yang tidur di tenda, ngecamp. Malam pertama, saya tidur di pantai yang cukup difavoritkan di Karimunjawa, yaitu Pantai Tanjung Gelam, camping. Subhanallah... jika malam suasananya syahdu dan tenang. Kebetulan, kalau di Karimunjawa memang pengunjung banyak yang tidur di hotel, sedikit yang memilih untuk camping. 
Nah, Hari pertama saya masih keliling di pantai-pantai yang ada di area pulau Induk. hari kedua baru keliling ke pulau-pulau lain. Oiya, kita bisa ikut paket wisata yang disediakan oleh biro -biro yang ada di sini. Sehari dari pagi hingga sore sekitar 160 ribu  per orang. Kita ikut kapal keliling, sudah dengan perlengkapan snorkeling, dan makan siang dengan menu sea food. Sebab, jika tidak ikut paket wisata begitu, tentu sulit untuk mengelilingi kepulauan Karimunjawa. Kalau sewa kapal sendiri, biayanya juga tidak murah.  Biasanya, nanti ada beberapa spot yang dikunjungi. Saya waktu itu start dari dermaga Karimunjawa, lalu ke area Pulau Cemara Kecil, kemudian mampir ke Pulau Gleyang untuk istirahat sholat dan makan siang, menunya ikan bakar yang maknyusss. Lanjut ke Pulau Gosong, ya sekadar untuk snorkeling, lanjut ke Pulau Cemara Besar untuk melihat penangkaran hiu dan bermain Banana Boat. Insya Allah sudah puas dan sudah dapat foto banyak.

Kalau malam, sempatkan pergi ke pusat Kota Karimunjawa, tepatnya di sekitar Alun-alun. Jika malam, di sana akan muncul pasar malam yang menjual aneka souvenir dan banyak kedai yang menjajakan kuliner khas sana, yaitu aneka seafood. Tentu tidak afdol jika sudah ke Karimunjawa tetapi tidak mengunjungi keramaain itu. Soal harga, insya Allah masih terjangkau, banyak pilihan.

Oiya, kalau di KArimunjawa, saya seringnya makan di warung Bu Ester. Warung ini ada di dekat Alun-alun. Sebagian besar pengunjung, terutama yang 'non paket', memilih makan di kedai itu. Selain buka setiap saat, sepertinya 24 jam, lha wong setiap kali saya ke sana, entah pagi, siang, atau malam, selalu buka, juga harganya murah, tidak beda jauh dengan yang di Jawa (baca Solo).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

The Short Story in The 21st Century

TJERITA AND NOVEL LITERARY DISCOURSE IN POST NEW  ORDER INDONESIA By Stefan Danerek Centre for Languages and Literature Lund Unive...