Selasa, 20 Juni 2017

Pandan Carita, Padang Sidempuan, dan Cerita Itu...

Membayangkan perjalanan penjang dan melelahkan sempat membuat saya ragu untuk menerima tawaran tugas dari kampus kali ini. Namun, naluri saya yang suka bertualang akhirnya memantapkan hati untuk menerimanya:tugas ke Padang Sidempuan, Sumatra Utara.

Singkatnya, saya berangkat ke lokasi tersebut beserta seorang teman dosen dari UM. Sebenarnya rombongan kali ini ada tiga orang, tetapi seorang dosen sudah lebih dulu berangkat (beliau ada acara lebih dulu di Sumbar) dan kami bersepakat bertemu di Bandara Kuala Nanggu Medan. 

Perjalanan dimulai dari Malang menuju Juanda, Surabaya. Route penerbangan kami adalah Surabaya-Medan, tetapi harus transit dulu di Batam. Sampai di Medan, ganti pesawat lagi ke Sibolga. Nah, ternyata pesawat ke Sibolga sempat delay. Jadilah kami 'terlantar' di bandara Kuala Nanggu. Tidak begitu lama sih. Ada pengalaman di sini, saya bertemu dengar rombongan artis yang tengah menunggu penerbangan di bandara. Salah satunya adalah Armand Maulana. Armand masih welcome, disapa dan diajak foto ok ok saja. Namun, ada salah satu vokalis sebuah grup band yang membuat saya mangkel, kesal. hehe. Saya sudah posisi mau minta foto, dan sebenarnya tinggal cekret saja, selesai. Tetapi, si artis menolaknya,dengan alasan masih capek, mau makan dulu, tidak mau diganggu. Wuihhh... kesel rasanya. Sejak saat itu, saya tak lagi suka dengan grup band itu, padahal sebelumnya juga tidak begitu suka, biasa saja, hehe. Bahkan, setiap kali ada lagu grup band itu, saya langsung matikan atau ganti lagu lain. Segitunya ya? Makanya to, kalau sudah jadi artis, perlu berhati-hati bersikap dengan fans ya. 

Lanjut ke cerita saya. Alhamdulillah, akhirnya pesawat yang ditunggu datang juga. Kami segera terbang menuju Sibolga. Pesawatnya kecil hingga tidak begitu tinggi dan bisa melihat panorama di bawah, termasuk Danau Toba yang begitu luas. Penerbangan hanya sekira setengah jam. Kami pun mendarat di Bandara di kawasan Sibolga dengan selamat.


Dari bandara di Sibolga (tepatnya di Pinang Sori), masih harus perjalanan darat lagi sekitar 3 jam dengan mobil. Suasana tampak mencekam sebab route yang dilewati adalah jalur perbukitan berkelok, ditambah hujan pula. Pagi sebelum Subuh berangkat dari Malang, lepas Isya sampai di lokasi, Padang Sidempuan. Saya jadi membayangkan, berapa lama jika harus menempuh route ini dengan jalur darat atau jalur laut ya?

Di tempat yang belum pernah saya kunjungi, saya senantiasa menyempatkan untuk jalan-jalan. Tidak harus belanja, yang penting tahu tentang hal unik yang ada di tempat tersebut. Saya juga terbiasa mencari berbagai info tentang tempat yang hendak saya kunjungi di internet, termasuk melihat di Google Earth, hingga saya berasa hafal dengan tempat-tempat di kota yang baru pertama saya kunjungi.

Termasuk di Padang Sidempuan ini.
Malam hari, saya jalan-jalan sendirian ke pusat kota. Dari hotel sekitar satu kilometer saja. Teman-teman saya yang lain sudah beristirahat di hotel. Dan, malam itu, di kisaran keramaian itu yang paling mencolok perhatian saya adalah banyaknya durian dijual di tepi jalan. Lebih banyak daripada di Kawasan Dinoyo, Malang-dekat rumah saya-yang biasanya kalau musim durian juga banyak yang jualan. Yang menarik, bukan karena banyaknya yang jualan, melainkan harganya yang super duper murah. Durian hanya dijual sepuluh ribu rupiah per tiga biji. 

Seorang ibu muda yang jualan durian, menawarkan saya dengan kata-kata, "Tarutung, Mas." Saya pikir durian itu dari daerah Tarutung. Sama halnya kalau di Malang jualan rambutan dengan menyebut, "Binjai, Mas." Setahu saya Tarutung itu nama tempat. Setelah ngobrol ngalor-ngetan, ternyata Tarutung itu sebutan untuk durian di daerah tersebut. Saya pun memanjakan diri saya dengan menikmati tarutung lezat dari Padang Sidempuan. Kata Ibu penjual tarutung, usai makan tarutung segera minum air putih yang dituangkan ke tarutung yang buahnya/bijinya sudah diambil. Tujuannya untuk menetralkan efek negatif dari tarutung tersebut. Ah, ingin saya memborong tarutung itu dan saya bawa pulang lalu saya bagi pada sahabat-sahabat saya yang membaca tulisan ini, tetapi saya tidak siap didamprat kru pesawat jika saya menyebarkan aroma tarutung ini di dalam kabin. 

Kesesokan harinya, saya dan kedua teman saya sudah siap bertugas. bertemu dengan para guru yang luar biasa. Hari itu kami bertugas memberi pelatihan bagi guru-guru SD. Alhamdulillah, mereka antusias dan sangat ramah menjamu kami. bahkan, sampai kini mereka masih berkomunikasi dengan saya, terutama via medsos. Salam khusus untuk Ernila Sari Siregar yang begitu aktif dan membuat suasana pelatihan menajdi begitu bergairah.


Tugas utama selesai, kami diajak oleh panitia lokal setempat untuk menikmati kuliner khas Padang Sidempuan. Kami makan di sebuah resto yang berada di tepi sawah yang hijau dengan latar panorama pegunungan indah yang berkolaborasi dengan pohon kelapa tinggi menjulang. Usai itu, kami juga diantar ke pasar tradisional yang menjual aneka produk khas daerah itu, terutama kain tenunnya.

Kami masih pulang ke Malang keesokan harinya. Sore itu, kami bersepakat menginap di daerah Pandan Carita, radius dekat ke bandara. Hal tersebut bertujuan agar besok saat ke bandara tidak terburu-buru. Selain itu agar bisa juga mengunjungi spot lain di kawasan itu. Duh, senang kalau pas dapat partner dengan teman-teman yang juga suka bertualang, hehe. Maka, sore itu kami segera meluncur ke kawasan Sibolga, tepatnya di Pandan Carita. Ada hotel paling besar di kawasan itu. tempatnya juga asyik, di tepi pantai pas. Kami pun menginap di situ. Dan.... malam hari saat saya on line, dan iseng mencari info tentang wisata di dekat hotel tersebut, yang muncul justru adalah cerita bahwa pernah ada pembunuhan atau bunuh diri di hotel itu, lupa seperti apa kisahnya. Cukup ngeri sih, bahkan sempat ada cerita horor yang saya alami. Tapi, cukup saya simpan sendiri saja, hehe.

Esoknya kami menikmati suasana pantai yang indah. Lagi-lagi saya selalu suka dengan pantai. Suka dengan debur ombak, suka dengan pasirnya yang putih. Bersyukur mendapat kesempatan mengunjungi Sibolga dan Padang Sidempuan ini.

Cekap semanten kewamon, nggih, Matur nuwun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

The Short Story in The 21st Century

TJERITA AND NOVEL LITERARY DISCOURSE IN POST NEW  ORDER INDONESIA By Stefan Danerek Centre for Languages and Literature Lund Unive...