Kamis, 22 Juni 2017

Misteri di Balik Pesona Karimunjawa


Karimunjawa, tentu kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Kita barangkali sudah sering mendengarnya dan yang tergambar dalam benak kita ketika mendengar nama kepulauan itu disebut adalah gugusan pulau nan indah disertai panoramam pantai berpasir nan menawan dan juga pemandangan bawah laut yang memesona. Beda ketika saya pertama kali mendengarnya di kisaran tahun 2000 silam. Saya tidak punya bayangan apa-apa tentang Karimunajwa, mendengarnya pun juga jarang. Saat itu, saya masih berstatus sebagai mahasiswa di UNS. Ada salah satu teman yang asalnya dari Jepara dan bercerita tentang pesona Karimunjawa. Saya masih awam tentang Karimunjawa. Namun, mendengar cerita dari teman tadi, saya seketika begitu tertarik untuk berkunjung ke sana. Kelihatannya begitu indah dan saya berpikir, saya harus ke sana. Hingga, terwujudlah keinginan saya mengunjungi Karimunjawa. Kali ini, saya ingin menuliskan perjalanan saya ketika untuk kali kedua ke Karimunjawa di bulan Mei 2016 lalu.

Rabu, 21 Juni 2017

Hasil Tidak Khianati Proses



Cerita Seminar Proposal


Pagi itu hati saya berdebar, tidak seperti hari biasanya.
Hari itu, Selasa, 30 Mei 2017, adalah jadwal saya untuk seminar proposal Disertasi. Satu sisi saya lega dan bersyukur, akhirnya disetujui juga untuk seminar proposal, tetapi di sisi yang lain, perasaan kurang percaya diri muncul juga. Entah, meski presentasi di hadapan penguji atau hadapan publik tentu bukanlah kali pertama, tetapi menurut saya hari itu berbeda. Ada rasa was-was melintas. Nanti bagaimana kalau ada pertanyaan yang tidak bisa saya jawab, nanti kalau ide proposalnya salah fatal dan harus diganti bagaimana, nanti kalau tidak lulus bagaimana, nanti kalau ada salah teknis terkait LCD gimana, nanti kalau tidak ada teman yang datang apa seminar tetap bisa diadakan, dan kecemasan-kecemasan lain. Saya lalu menepisnya dengan banyak istigfar. Ada Allah... Bismillah.

Selasa, 20 Juni 2017

Pandan Carita, Padang Sidempuan, dan Cerita Itu...

Membayangkan perjalanan penjang dan melelahkan sempat membuat saya ragu untuk menerima tawaran tugas dari kampus kali ini. Namun, naluri saya yang suka bertualang akhirnya memantapkan hati untuk menerimanya:tugas ke Padang Sidempuan, Sumatra Utara.

Kesetiaan yang Terusik dan Teruji



Ini adalah review terhadap novel Kembang Mayang karya saya. Review ditulis oleh Mbak Nida Anisatus Sholihah, redaktur Majalah Komunikasi UM. Terima kasih sekali Mbak Nida. Artikel ini dimuat di majalah Komunikasi edisi Juni 2015. Selamat membaca.

Susuri Sungai Kahayan

Di atas kapal wisata

Ini adalah perngalaman pertama saya menginjakkan kaki di Pulau Kalimantan. Tempat yang saya tuju adalah Kota Palangkaraya, ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Saya bertugas menjadi dosen pendamping untuk kegiatan Pekan Seni Mahasiswa Nasional atau biasa disingkat Peksiminas. Kebetulan, salah satu mahasiswa dari Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang yaitu Dwi Ratih Ramadhani lolos tingkat provinsi di tangkai lomba penulisan cerpen. Jadi dia mewakili kontingen Jawa Timur dan saya sebagai pendamping di tangkai lomba tersebut. 

Kehangatan Saat di Lombok

Royyan, Raudina, dan Rasydan di depan villa

Ide untuk ke Lombok waktu itu sederhana, saya ingin membahagiakan keluarga, mengajak mereka jalan-jalan dan menginap di hotel. Itu saja. Pasalnya, selama ini saya lebih banyak jalan-jalan sendiri sebab memang dalam rangka tugas. Jadi, tidak bisa mengajak keluarga. Nah, setelah diskusi sana-sini, kami sekeluarga sepakat memilih Lombok sebagai destinasinya. Hal tersebut didukung saat saya 'menemukan' paket promo di salah satu hotel mewah di daerah Senggigi, Lombok, NTB. Promo yang menurut saya 'terjangkau'. Kalau tidak salah 1,5 juta untuk dua malam menginap satu keluarga, sudah dapat dua kali makan pagi dan satu kali dinner special.Selain itu, dapat fasilitas antar jemput ke bandara.

Senin, 19 Juni 2017

Ada yang Tertinggal di Labuhan Bajo

Pertama kali saat mendengar kabar saya mendapat tugas ke daerah Labuhan Bajo, sungguh senang. Memang Labuhan Bajo dan Pulau Komodo salah satu destinasi wisata yang ingin saya kunjungi. Kita tahu lah, keindahan alam, berbagai pesona, dan keunikan yang ada di sana tentu sudah tidak diragukan lagi. Kali ini saya ingin mengurai kisah perjalanan saya ke Labuhan Bajo beberapa waktu lalu itu.

Sosok Misterius Itu...



Malam itu sekitar pukul sepuluh malam waktu Mekkah. Saya masih betah berada di Masjidil Haram, sendirian (tidak dengan rombongan teman dari Indonesia). Ada laki-laki muda berjalan menyusuri koridor masjid. Ternyata, lelaki itu duduk di depan saya agak ke kanan. Setelah tengok kanan kiri, lelaki itu tersenyum pada saya. Saya sempat kaget. Bukan kenapa-napa, saya merasa pernah melihat sosoknya. Wajahnya sekilas mirip aktor dari Hollywood yang pernah saya lihat di Tv, tapi entah siapa, atau lupa namanya, hehe. Yang jelas, bukan wajah Arab atau Asia (Indonesia atau Malaysia) seperti wajah para jamaah yang mendominasi di masjid tersebut. Wajahnya Amerika atau Eropa gitu. Dia membuka Al Qur'an dan membacanya, seperti yang dilakukan oleh para jamaah lain. Cukup lama. Dalam hati saya sempat bertanya-tanya, apa benar lelaki ini artis, kalau iya hebat sekali dia begitu betah membaca Al Qur'an.

Selami Pesona Bunaken

Taman Nasional Laut Bunaken begitu tenar dan membuat orang-orang ingin mengunjunginya. Termasuk saya. Tidak begitu saya rencanakan perjalanan ke Manado sebenarnya. Namun begitulah, lagi-lagi, kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat yang indah di Indonesia, termasuk Manado, kembali datang pada saya. Acara utama bukan jalan-jalan. Jalan-jalan 'hanya' side effect menurut saya. Dalam arti, jika mengunjungi suatu tempat dengan tujuan utama bukan jalan-jalan, tentulah selama perjalanan itu ada cerita tentang jalan-jalan itu sendiri.

Kerja Keras untuk Traveling, dan Bukan untuk Membeli Kavling





Kata-kata yang saya gunakan sebagai judul di catatan kali ini bukan lahir dari benak saya, melainkan dari salah seorang senior saya di Fakultas Sastra UM yang kebetulan ditugaskan bersama saya ke NTT.

Kebanyakan, orang Indonesia bekerja keras membanting tulang adalah untuk ditabung, mengumpulkan harta, dan bisa dikatakan cukup sayang jika digunakan untuk sekadar jalan-jalan. Namun, orang Luar Negeri tidak demikian. Mereka bekerja keras kemudian ditabung untuk jalan-jalan, traveling. Daripada untuk traveling, orang Indonesia sebagian besar memilih untuk membeli kavling. (hehe)

WAKATOBI: Akhirnya Kau Kudatangi


Sebelumnya, rima tentang keindahan Wakatobi sebatas saya dengar atau saya lihat melaui televisi atau internet. Sepertinya, tipis kemungkinan bagi saya untuk mengunjungi tempat itu. Ya, setidaknya melihat kondisi keuangan saya. Sebab, yang saya tahu, Wakatobi itu jauh, di Sulawesi Tenggara. Meskipun saya penyuka jalan-jalan, tetap harus memperhitungan banyak hal sebelum bepergian, termasuk keuangan, hehe.

Namun, Impossible is Nothing.
Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Alhamdulillah, begitu bahagia saat saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke sana. Bergembiranya lagi, saya bisa ke Wakatobi dengan gratis. Iya, lagi-lagi ini bentuk apresiasi atau 'hadiah' karena abstrak saya lolos untuk dipresentasikan di sebuah seminar internasional. Ini kesempatan kedua, setelah sebelumnya saya pernah ke Pulau Bintan juga dengan tujuan yang sama dan fasilitas yang sama. Padahal, saya sebelumnya tidak begitu berharap sebab kali ini saingannya sangat banyak. menurut info dari salah satu panitia, ada 400 abstrak yang masuk dan hanya diambil 25 abstrak. Alhamdulillah ya Allah. Saya juga wajib berterima kasih pada salah satu mahasiswa cerdas saya, Choirun Nisa Ristanty yang sudah membantu untuk edit bahasa Inggrisnya, hehe. Makasih ya Tan, Allah yang membalasnya.

Minggu, 18 Juni 2017

Pulau Bintan nan Menawan



Ini salah satu perjalanan yang cukup berkesan bagi saya. Saya sudah agak lupa persisnya kapan, yang saya ingat ini di tahun 2012. Cukup berkesan sebab ada beberapa alasan. Yang utama, sebab perjalanan ini gratis, hehe. Jadi, waktu itu saya mengirimkan sebuah abstrak untuk acara seminar internasional. Nah, kalau abstrak terpilih untuk dipresentasikan, maka transportasi dan akomodasi ditanggung panitia. Siapa sih yang tidak mau? wuiihhh.

Sabtu, 17 Juni 2017

Cerita dari Negeri Persahabatan #1



Berbicara tentang sahabat, saya selalu bersemangat. 
Bagaimana tidak, kita adalah makhluk sosial yang sudah lumrah senantiasa membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup. Sahabat bagi saya adalah sesuatu yang sangat berharga, dan oleh karenanya sudah semestinya untuk menjaganya.

Sahabat saya banyak. 
Saya sejatinya tipikal orang yang introvert, aihhh. Pasti kalian tidak percaya. Namun, ini benar. Kalau sekarang saya tampak ekstrovert, semua karena proses panjang yang sedang saya titi. Saya tidak mudah akrab dengan orang yang belum begitu saya kenal dan saya benar-benar percaya. Namun, jika sudah kenal dekat dan benar-benar bisa saya percaya, saya akan benar-benar loyal atas nama persahabatan.

Beli Buku karena Endorsement?



Apa motivasi terbesar Anda saat ingin membeli buku? Karena memang butuh? Sekadar membelanjakan uang? Karena terpengaruh cerita teman tentang isi buku? Atau karena tertarik langsung saat melihat-lihat buku tersebut? Tentu antarkita berbeda alasan untuk membeli buku. Terkadang kita memang benar-benar membutuhkan buku tersebut, tetapi terkadang bisa saja tanpa terencana lebih dulu untuk membelinya.

Gelisah Tayangan Sinetron



Persoalan tayangan di televisi bukan hal baru. Mulai sajian acara yang kurang mendidik sampai persoalan jam tayang yang kurang tepat, hingga kini tetap dirasakan oleh masyarakat. Namun, dari waktu ke waktu belum ada solusi yang menunjukkan ke arah perbaikan. Beberapa keluarga ada yang memilih meniadakan televise di rumah, ada yang mengatur jadwal, hanya jam tertentu dinyalakan, ada yang akhirnya memilih masa bodoh.

Jumat, 16 Juni 2017

Mahasiswa dan Media Massa




Tulisan mahasiswa yang berisi ide cemerlang sudah selayaknya menghiasi media massa. Jangan sampai, media massa banyak memberitakan tentang mahasiswa tetapi dalam wajah lain : mahasiswa pesta narkoba, mahasiswa tawuran, dan hal-hal negatif lain yang kontradiktif dengan predikat yang melekat pada diri mahasiswa.

Menulis itu mencerdaskan. Seseorang yang menulis, apapun jenis tulisan itu, berarti dia sudah melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran. Melakukan proses pembacaan untuk mendapat materi tulisan yang akan ditulis. Proses pembacaan itu bisa berarti membaca dalam arti sebenarnya, yaitu membaca buku-buku referensi, koran, majalah, atau data-data dari sumber lain. Bisa juga membaca fenomena di masayarakat. Realita di sekitar dapat menjadi inspirasi tulisan. Menulis adalah mengasah kecerdasan intelegensia sekaligus kepekaan.

Samalona dalam Cerita




Siang yang cukup terik itu dermaga Pantai Losari terlihat ramai. Riuh suara orang dengan beragam urusan membuat suasana terasa panas. Beberapa orang menawari saya untuk menyeberang ke pulau Kayangan atau Samalona. Saya yang semula hanya iseng, akhirnya memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu saya di Makassar itu untuk mengunjungi pulau Samalona. Malam harinya, saya harus ke bandara karena harus kembali ke Jawa.

Inspirasi Tiada Henti: Helvy Tiana Rosa



  
Membicarakan nama Helvy Tiana Rosa serasa tidak ada habisnya.
Saya yakin, jika diadakan survei untuk melacak siapa yang paling banyak berpengaruh dalam mewarnai perjalanan karier kepenulisan para penulis muda di Indonesia, Helvy Tiana Rosa adalah salah satu nama yang akan sering disebut. Hal ini tidaklah berlebihan, sepak terjang Mbak Helvy dalam dunia kepenulisan tentu sesuatu hal yang basi jika diulas kembali. Kalaupun ada orang yang mengaku aktif di dunia kepenulisan tetapi tidak mengenal tokoh yang satu ini, patut disangsikan pengakuannya tersebut.

Menanti Bunda Kembali

     Kulihat ada mendung di mata istriku. Aku tahu apa yang kini ada di benaknya. Pasti sedang memikirkan putra semata wayang kami: Ryan. Kudekati dia yang tengah mengepak pakaian ke dalam koper.
     “Sudah, Bunda tidak perlu sedih! Ryan akan baik-baik saja,” kataku seraya membantu melipat-lipat pakaian yang tergeletak di ranjang.
     “Bunda merasa tidak tega saja, Yah. Ryan masih terlalu kecil untuk memahami apa yang akan dia alami ini.”
    Aku bisa memahami apa yang dipikirkan istriku. Ryan masih berusia delapan tahun, pasti akan merasa sedih ditinggal bundanya pergi berhaji. Pada awalnya istriku ragu untuk pergi ke Tanah Suci tahun ini seorang diri, tetapi aku yang meyakinkannya. Ini panggilan Illahi, tak ada alasan untuk menunda lagi.
    “Ayah akan selalu menjaganya dengan baik, Bunda,” jawabku mencoba meredam kekhawatiran istriku.

Plagiarisme di Kalangan Mahasiswa

       "Pak, saya minta maaf karena tugas saya itu saya kopi dari internet. Sekali lagi saya mohon maaf dan saya siap menerima hukuman."
       "Pak, tugas saya itu murni karya saya, hanya untuk teori saya ambil dari internet."
       Dua hari ini saya banjir sms yang isinya kurang lebih bernada seperti yang saya tulis di awal tulisan ini. Plagiarisme (plagiat) memang sangat mungkin terjadi di era serbadigital seperti sekarang ini. Dengan mesin pencari supercepat di internet, orang akan mudah menemukan beragam informasi yang dibutuhkan, termasuk tugas kuliah. Hal itu yang sering saya alami selama saya menjadi dosen sekitar enam tahun ini.

Kamis, 15 Juni 2017

The Short Story in The 21st Century


TJERITA AND NOVEL LITERARY DISCOURSE IN POST NEW ORDER INDONESIA

By Stefan Danerek
Centre for Languages and Literature
Lund University 2006, Sweden

3.7.2 PUTRA, K. S.
       Another  representative  story  without  direct  conflict  is  Saat  Langit  Lembayung (‘When  the Sky Turns Purple’, Putra 2003:163-175) by Karkono Supadi Putra  (b.1979). This  time  the  setting  is  Jakarta. Sari, a girl  from Solo,  is  staying with her relative, Budhe, while pursuing a promising career  in dancing. She  is described as a  previously  shy  girl who  has  become  pretty  and  daring. Now  she wears  tight clothes, make-up and shaves her eyebrows. She pursues the career also to make her
parents proud. When  she  is about  to  leave  for a performance, Budhe  reminds her that he has seen her coming home late too often escorted by different boys and that she is neglecting her shalat (the praying ritual).

Kimono Putih dan Gorden Merah Tua


Cerita ini mungkin biasa saja dan barangkali tidak ada istimewanya. Namun, bagi saya pribadi cukup memberi pengalaman baru dan hikmah tersendiri. Tentang adab memasuki tempat baru, tentang keberadaan makhluk cinpataan Allah selain manusia,  dsb. JIka saya menuliskan cerita ini, sekadar sebagai pengingat bahwa suatu saat nanti, jika saya baca-baca catatan di FB ini, saya ingat detail kronologis cerita yang pernah saya alami ini. 
Saya berkesempatan menjadi utusan UM bersama satu rekan saya. Beliau seorang dosen senior di Fakultas Teknik. Kegiatannya adalah pelatihan selama dua hari di sebuah hotel terkenal di Surabaya. Ada 37 kampus se-Indonesia, baik PTN maupun PTS, yang diundang di acara tersebut. Tiap kampus maksimal 2 utusan.

Surat Cinta untuk Istriku


Istriku, aku datang dengan kembang setaman,
ke atas altar pemujaan khusuk munajatmu.

Aku terpana! Sepasang mata berbingkai bulu lentik hitam berkilau di depanku. Aku tatapi sekilas lalu. Serasa kutemukan telaga yang begitu bening, ingin rasanya aku berenang di dalamnya, merasai sejuk kecipak airnya. Begitulah, apa yang selalu aku rasa kala menatap matamu, istriku. Aku selalu kalah jika ingin berlama menahan tatapan, bak api menyerah pasrah pada hujan. Aku seperti tak layak menjadi insan yang begitu leluasa menikmati telaga bening itu. Lalu, aku seperti terjebak pada pusaran yang begitu deras dan siap menenggelamkanku. Sepasang mata itu menyimpan keindahan keteduhan hati sang empunya.

Jerit Sunyi Bidadari


Malam Jumat Pon, Kemukus kembali mementaskan keramaiannya. Beribu manusia beragam asa dari segala penjuru tumpah ruah. Dari yang sekadar mengejar ceria hingga yang mengejar tahta, ngalap berkah. Dari yang menghampiri wisata religi hingga yang menikmati wisata birahi. Dari pejabat yang bergelimang harta hingga kere yang tak punya modal.

Kembang Kemukus


Mripat bening kuwi mandeng aku tenanan. Aku ora kuwasa mbales delengane suwe-suwe. Dakslimurke delengaku marang wit-witan Nagasari sing gumigil anteng. Sumilire angin krasa adhem nyapu kulit. Dakremes driji-drijiku dhewe, ing antarane ngrasakke rasa adhem lan uga gumreget ana njero dhadhaku.

“Apa temen Sampeyan arep lunga, Mas?” pitakonku rada mamang. Aku ngerti satemene slirane uga abot karo pepisahan iki. Teletik grimis turahane udan isih pisan pindho nelesi lemah Kemukus.
“Laras, awit mula aku lan sliramu padha ngerti kelawan sing bakal awake dhewe bakal adhepi. Klawan tetalian batin sing satemene luput yen terus dirumat iki.“
“Tega!”

Bayangan Hitam

Aku pandangi buku pemberian Haris.

Setiap kali melihat buku ini, hatiku selalu bergetar, teringat kejadian dua tahun silam yang tidak pernah aku lupakan dalam hidupku. Entah, sampai kapan aku sanggup untuk memendam semua rahasia itu. Rahasia yang hanya aku dan Allah saja yang tahu.

Suara Tiga Hati

Aku sendiri tidak mengerti dengan diriku.Aku tahu jika keadaan yang kini aku alami adalah karena kelemahanku. Karena ketakberdayaanku pada cinta. Sebagai seorang putra mahkota, seharusnya dengan besar hati aku menerima perjodohan itu agar dua kerajaan besar ini bersatu. Sudah seharusnya persoalan asmara tidak aku tempatkan di atas kepentingan kerajaan. Namun, sekali lagi aku katakan; aku sendiri tidak mengerti dengan diriku. Aku tidak bisa membohongi nurani dan logikaku. Aku tidak bisa meninggalkan Anggraini dan juga tidak bisa menikah dengan Sekartaji.Apakah benar cinta sudah membutakan logikaku?

@@@

Perempuan Tua dengan Seribu Luka


        Tubuh perempuan itu meringkuk di tepi jalan, di bawah garang matahari yang memanaskan kepala. Bagai tak jauh beda dengan sampah yang tak lagi guna, tak satu pun manusia yang berlalu lalang di depannya memedulikannya. Jangankan sekadar menyapa, melihatnya pun rasanya enggan. Jika saja manusia-manusia itu pernah melihat perempuan itu saat masih gadis dulu, pada waktu muda, ketika kecantikan dan sejuta pesona melingkunginya, barangkali mereka akan menunjukkan reaksi yang berkebalikan. Betapa perempuan tua dengan pakaian camping itu dulu adalah seorang gadis yang  menjadi idaman setiap pria. Bak kembang menawan yang dikerubungi kumbang. Tidak sedikit yang datang padanya dengan menawarkan seperangkat iming-iming dan janji, berebut ingin melamarnya, bahkan dengan segala macam cara yang brutal sekalipun.

Membincang Dugaan Plagiasi Film Surat dari Praha




      Film berjudul Surat dari Praha (SDP) yang dibintangi Julie Estelle kini tengah ramai dipergunjingkan. Pasalnya, judul film yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko dan diproduseri Glenn Fredly tersebut sama dengan judul sebuah buku kumpulan cerpen (kumcer) karya Yusri Fajar, sastrawan sekaligus pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya. Kumcer SDP lahir lebih dulu, yaitu tahun 2012 dan diterbikan oleh Aditya Media (Malang), sementara film SDP belum tayang di bioskop. Wajar jika kemudian publik mengira/mempertanyakan apakah film SDP adalah hasil adaptasi kumcer karya Yusri Fajar tersebut. Apalagi, publik sudah tidak asing dengan fenomena film yang lahir dari hasil adaptasi dari cerpen atau novel, baik film Indonesia maupun film Barat. Fenomena menariknya, justru Yusri Fajar baru tahu ketika informasi akan lahirnya film SDP sudah menyebar di media massa, padahal sebelumnya belum ada komunikasi dari pihak Tim Produksi film.

Nothing is Impossible


Behind The Scene Jalan Sunyi

Siang itu, 30 Agustus 2016, pertama kali kami dipertemukan dalam sebuah majelis khusus. Majelis yang dibuat sebagai wadah pembinaan keagamaan. Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini. Pemahaman keislaman memang hal yang penting, dan kegiatan ini sebagai bentuk tanggung jawab ‘perusahaan/organiasi’  terhadap kesejahteraan karyawan dari sisi ruhiyah. Unsur yang vital dalam sebuah organisasi adalah SDM.

Unggulan

The Short Story in The 21st Century

TJERITA AND NOVEL LITERARY DISCOURSE IN POST NEW  ORDER INDONESIA By Stefan Danerek Centre for Languages and Literature Lund Unive...