Persoalan tayangan di televisi bukan hal baru. Mulai sajian acara yang
kurang mendidik sampai persoalan jam tayang yang kurang tepat, hingga
kini tetap dirasakan oleh masyarakat. Namun, dari waktu ke waktu belum
ada solusi yang menunjukkan ke arah perbaikan. Beberapa keluarga ada
yang memilih meniadakan televise di rumah, ada yang mengatur jadwal,
hanya jam tertentu dinyalakan, ada yang akhirnya memilih masa bodoh.
Jika taat peraturan, seharusnya semua tayangan yang hadir di televisi
melewati badan sensor. Kita tahu, ada berapa banyak stasiun televise di
Indonesia dan semuanya tayang hampir 24 jam. Kita dapat membayangkan,
kapan kita waktu mensensor semua tayangan itu? Kondisi ini akhirnya
memungkinkan banyak tayangan yang tidak disensor terlebih dahulu sebelum
ditanyangkan. Sensor langsung dari masyarakatlah yang bisa mengontrol
kualitas itu.
Beberapa waktu lalu, tayangan Empat Mata yang diputar di Trans7 diberhentikan Komisi Penyiaran Indonesia(KPI). Tanyangan yang digawangi Tukul Arwana itu dianggap melanggar etika ketika dalam salah satu episodenya menghadirkan bintang tamu Sumanto yang makan katak hidup-hidup.
Beberapa waktu lalu, tayangan Empat Mata yang diputar di Trans7 diberhentikan Komisi Penyiaran Indonesia(KPI). Tanyangan yang digawangi Tukul Arwana itu dianggap melanggar etika ketika dalam salah satu episodenya menghadirkan bintang tamu Sumanto yang makan katak hidup-hidup.
Beberapa waktu tanyangan ini benar-benar berhenti, tetapi kembali
hadir meski dengan lebel acara berbeda, yaitu Bukan Empat Mata. Jika
kita cermati, konsep acaranya tak banyak mengalami perubahan dari
sebelumnya.
Kasus ini menandakan, ada lembaga yang berwenang secara hukum
mengontrol sebuah acara di televise selain badan sensor. Ketika kita
merasa gelisah dengan tanyangan yang ada televisi, kita bisa saja
membuat aduan KPI.
Beberapa tanyangan di televise yang sering menggelisahkan masyarakat
adalah tanyangan sinetron di beberapa stasiun televisi. Salah satu
tanyangan sinetron tersebut adalah sinetron religius yang tayang setiap
hari di Indosiar.
Di beberapa milis di internet, sinetron Muslimah yang menjadi
perbincangan hangat seputar banyaknya adegan yang dianggap kurang
mendidik. Selain bertebaran kata kotor, tindakan-tindakan yang semaunya (
misalnya main pukul dan tampar) selalu mewarnai setiap adegannya.
Banyak ibu yang resah karena sinetron ini diputar di sore hari, pukul
18.00 WIB s/d 19.00 WIB, sehingga anak-anak banyak yang menontonnya.
Secara umum, acara ini untuk segala umur, tetapi jika banyak kata kotor
dan tindakan kasar, bukan tidak mungkin ini menjadi kekhawatiran bagi
orang tua.
Sinetron ini mulai tanyang sejak 1 september 2008, tepat saat
memasuki bulan ramadhan. Selain dapat dilihat dari judulnya,momen mulai
tanyang saat bulan ramadhan menandakan bahwa sinetron ini berlabel
religi Islam.
Barangkali jika mempersoalkan esensi sinetron religi tetapi jauh dari
nilai religi tidak semua orang sepakat. Ada hal lain yang layak
dipersoalkan pada sinetron Muslimah dari beragam kaca mata pemikiran dan
latar belakang pemirsanya, yaitu dari sisi kelogisan cerita. Orang awam
dengan muda mengatakan, banyak hal di sinetron ini yang tidak logis.
Ya, ketidaklogisan jalinan cerita dan kekurangkonsistenan karakter
tokoh-tokohnya adalah masalah utama dalam sinetron ini. Demi mengulur
waktu, bahkan hingga kini sudah mencapai 140-an episode, banyak konflig
cerita dan dialog yang diulang-ulang.
Kita bisa saja mengatakan jika tidak suka tidak perlu ditonton.
Namun, apakah hal tersebut menyelesaikan persoalan? Apakah kita sudah
memikirkan bagaimana seandainya banyak sisi negative yang diterima
masyarakat akibat menyaksikan tanyangan tersebut tetapi mereka tidak
menyadarinya?
Kondisi riil yang terjadi di masyarakat yang menyaksikan tanyangan
tersebut adalah mereka pada dasarnya gemas dan keberatan dengan tayang
tersebut, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa dan akhirnya pasrah saja.
Lalu bagaimana langkah konkret yang bisa diambil? Sinetron Muslimah
tentu tidak hanya berisi hal-hal negatif banyak orang ( saya tahu hal
ini dari para blogger ), ada juga sisi positif yang hendak disampaikan
oleh pada pembuatnya. Kita tidak bisa secara frontal menyalahkan atau
bahkan meminta untuk di berhentikan.
Dalam pemikiran saya, sinetron Muslimah cukup berhasil memikat banyak
orang karena bisa membuat orang penasaran menunggu ceritanya. Misalnya,
kapan saatnya Muslimah ( tokoh utama dalam sinetron tersebut ) akan
merasakan kebahagiaan dan lepas dari penderitaan akibat ulah orang-orang
yang tidak menyukainya.
Moment yang dinantikan ini seperti diulur-ulur supaya menjadi cerita
panjang. Dengan kelebihan yang dimiliki sinetron ini, bukan berarti
harus menghilangkan unsur kelogisan cerita. Justru, tantangan tersendiri
bagi penulis ceritanya bagaimana tetap membuat ceritanya bagaimana
tetap membuat cerita tetap memikat tanpa mengesampingkan unsur kelogisan
cerita dan mengurangi tindak kekerasan para tokoh-tokohnya.
Sebagai penonton, ada hal yang bisa kita lakukan untuk mengkritisi
tanyangan sinetron ini. Kita bisa membuat aduan melalui KPI yaitu dengan
menulis aduan kita di form aduan yang ada di website KPI. Sampaikan
saja apa yang menjadi keberatan kita, karena kita punya hak melakukan
itu.
Jika KPI pernah memberhentikan acara Empat Mata, tentu bukan perkara
sulit mengontrol tayangan sinetron Muslimah dan sejenisnya. Hal ini
lebih bijak kita lakukan daripada sekedar mencemooh tapi bukan pada
keran yang tepat. Atau pasrah dengan hati jengkel karena merasa tidak
bisa berbuat apa-apa. (Sumber: Surya, 23 Januari 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar