Sabtu, 17 Juni 2017

Gelisah Tayangan Sinetron



Persoalan tayangan di televisi bukan hal baru. Mulai sajian acara yang kurang mendidik sampai persoalan jam tayang yang kurang tepat, hingga kini tetap dirasakan oleh masyarakat. Namun, dari waktu ke waktu belum ada solusi yang menunjukkan ke arah perbaikan. Beberapa keluarga ada yang memilih meniadakan televise di rumah, ada yang mengatur jadwal, hanya jam tertentu dinyalakan, ada yang akhirnya memilih masa bodoh.


Jika taat peraturan, seharusnya semua tayangan yang hadir di televisi melewati badan sensor. Kita tahu, ada berapa banyak stasiun televise di Indonesia dan semuanya tayang hampir 24 jam. Kita dapat membayangkan, kapan kita waktu mensensor semua tayangan itu? Kondisi ini akhirnya memungkinkan banyak tayangan yang tidak disensor terlebih dahulu sebelum ditanyangkan. Sensor langsung dari masyarakatlah yang bisa mengontrol kualitas itu.

Beberapa waktu lalu, tayangan Empat Mata yang diputar di Trans7 diberhentikan Komisi Penyiaran Indonesia(KPI). Tanyangan yang digawangi Tukul Arwana itu dianggap melanggar etika ketika dalam salah satu episodenya menghadirkan bintang tamu Sumanto yang makan katak hidup-hidup.
Beberapa waktu tanyangan ini benar-benar berhenti, tetapi kembali hadir meski dengan lebel acara berbeda, yaitu Bukan Empat Mata. Jika kita cermati, konsep acaranya tak banyak mengalami perubahan dari sebelumnya.
Kasus ini menandakan, ada lembaga yang berwenang secara hukum mengontrol sebuah acara di televise selain badan sensor. Ketika kita merasa gelisah dengan tanyangan yang ada televisi, kita bisa saja membuat aduan KPI.
Beberapa tanyangan di televise yang sering menggelisahkan masyarakat adalah tanyangan sinetron di beberapa stasiun televisi. Salah satu tanyangan sinetron tersebut adalah sinetron religius yang tayang setiap hari di Indosiar.
Di beberapa milis di internet, sinetron Muslimah yang menjadi perbincangan hangat seputar banyaknya adegan yang dianggap kurang mendidik. Selain bertebaran kata kotor, tindakan-tindakan yang semaunya ( misalnya main pukul dan tampar) selalu mewarnai setiap adegannya.
Banyak ibu yang resah karena sinetron ini diputar di sore hari, pukul 18.00 WIB s/d 19.00 WIB, sehingga anak-anak banyak yang menontonnya. Secara umum, acara ini untuk segala umur, tetapi jika banyak kata kotor dan tindakan kasar, bukan tidak mungkin ini menjadi kekhawatiran bagi orang tua.
Sinetron ini mulai tanyang sejak 1 september 2008, tepat saat memasuki bulan ramadhan. Selain dapat dilihat dari judulnya,momen mulai tanyang saat bulan ramadhan menandakan bahwa sinetron ini berlabel religi Islam.
Barangkali jika mempersoalkan esensi sinetron religi tetapi jauh dari nilai religi tidak semua orang sepakat. Ada hal lain yang layak dipersoalkan pada sinetron Muslimah dari beragam kaca mata pemikiran dan latar belakang pemirsanya, yaitu dari sisi kelogisan cerita. Orang awam dengan muda mengatakan, banyak hal di sinetron ini yang tidak logis.
Ya, ketidaklogisan jalinan cerita dan kekurangkonsistenan karakter tokoh-tokohnya adalah masalah utama dalam sinetron ini. Demi mengulur waktu, bahkan hingga kini sudah mencapai 140-an episode, banyak konflig cerita dan dialog yang diulang-ulang.
Kita bisa saja mengatakan jika tidak suka tidak perlu ditonton. Namun, apakah hal tersebut menyelesaikan persoalan? Apakah kita sudah memikirkan bagaimana seandainya banyak sisi negative yang diterima masyarakat akibat menyaksikan tanyangan tersebut tetapi mereka tidak menyadarinya?
Kondisi riil yang terjadi di masyarakat yang menyaksikan tanyangan tersebut adalah mereka pada dasarnya gemas dan keberatan dengan tayang tersebut, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa dan akhirnya pasrah saja.
Lalu bagaimana langkah konkret yang bisa diambil? Sinetron Muslimah tentu tidak hanya berisi hal-hal negatif banyak orang ( saya tahu hal ini dari para blogger ), ada juga sisi positif yang hendak disampaikan oleh pada pembuatnya. Kita tidak bisa secara frontal menyalahkan atau bahkan meminta untuk di berhentikan.
Dalam pemikiran saya, sinetron Muslimah cukup berhasil memikat banyak orang karena bisa membuat orang penasaran menunggu ceritanya. Misalnya, kapan saatnya Muslimah ( tokoh utama dalam sinetron tersebut ) akan merasakan kebahagiaan dan lepas dari penderitaan akibat ulah orang-orang yang tidak menyukainya.
Moment yang dinantikan ini seperti diulur-ulur supaya menjadi cerita panjang. Dengan kelebihan yang dimiliki sinetron ini, bukan berarti harus menghilangkan unsur kelogisan cerita. Justru, tantangan tersendiri bagi penulis ceritanya bagaimana tetap membuat ceritanya bagaimana tetap membuat cerita tetap memikat tanpa mengesampingkan unsur kelogisan cerita dan mengurangi tindak kekerasan para tokoh-tokohnya.
Sebagai penonton, ada hal yang bisa kita lakukan untuk mengkritisi tanyangan sinetron ini. Kita bisa membuat aduan melalui KPI yaitu dengan menulis aduan kita di form aduan yang ada di website KPI. Sampaikan saja apa yang menjadi keberatan kita, karena kita punya hak melakukan itu.
Jika KPI pernah memberhentikan acara Empat Mata, tentu bukan perkara sulit mengontrol tayangan sinetron Muslimah dan sejenisnya. Hal ini lebih bijak kita lakukan daripada sekedar mencemooh tapi bukan pada keran yang tepat. Atau pasrah dengan hati jengkel karena merasa tidak bisa berbuat apa-apa. (Sumber: Surya, 23 Januari 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

The Short Story in The 21st Century

TJERITA AND NOVEL LITERARY DISCOURSE IN POST NEW  ORDER INDONESIA By Stefan Danerek Centre for Languages and Literature Lund Unive...