Jumat, 16 Juni 2017

Plagiarisme di Kalangan Mahasiswa

       "Pak, saya minta maaf karena tugas saya itu saya kopi dari internet. Sekali lagi saya mohon maaf dan saya siap menerima hukuman."
       "Pak, tugas saya itu murni karya saya, hanya untuk teori saya ambil dari internet."
       Dua hari ini saya banjir sms yang isinya kurang lebih bernada seperti yang saya tulis di awal tulisan ini. Plagiarisme (plagiat) memang sangat mungkin terjadi di era serbadigital seperti sekarang ini. Dengan mesin pencari supercepat di internet, orang akan mudah menemukan beragam informasi yang dibutuhkan, termasuk tugas kuliah. Hal itu yang sering saya alami selama saya menjadi dosen sekitar enam tahun ini.


       Ada beberapa dosen yang memilih memberikan tugas kuliah dengan mengharuskan ditulis tangan. Itu sebagai salah satu alasan untuk menghindari plagiarisme. Meskipun belum sepenuhnya efektif, tetapi setidaknya mahasiswa sudah menulis dengan tangan, tidak sekadar ngopi dari internet atau teman.
       Faktanya, memang ada mahasiswa yang memang mengambil jalan pintas (dengan alasan kesibukan atau waktu yang diberikan kurang), langsung murni mengambil dari internet atau sumber lain (misalnya buku), tanpa ada perubahan. Namun, ada juga yang mengambil sebagian.
       Untuk kasus yang pertama, itu memang sudah kelewatan dan harus 'diperangi'. Namun, untuk kasus yang kedua, sebenarnya sah-sah saja. Merujuk dan mengutip dalam dunia akademisi memang sulit dihindari, bahkan dianjurkan untuk memperkaya artikel yang ditulis dan sekaligus menunjukkan keluasan wawasan bacaan penulis. Namun, semua itu ada etikanya, bukan? Jika merujuk ya tentu harus dipatuhi kaidah merujuk. Disebutkan sumbernya dan ditampilkan di daftar pustaka atau daftar rujukan.
       Yang selama ini sering terjadi, banyak yang merujuk (khususnya mahasiswa yang saya ajar) tidak mamatuhi kaidahnya sehingga ini bisa dikategorikan sebagai bentuk plagiarisme karena mengaku karya orang lain sebagai karya mereka sendiri. Meskipun, saya tahu sebagian terjadi karena kekurangpahaman atau mungkin kurang berhati-hati (sudah diberi tahu tapi lupa, hehe).
     Saya dalam satu sisi harus 'kejam' atau tegas, jika menjumpai kasus ini di kalangan mahasiswa. Ini semua selain bentuk pembelajaran agar tidak terulang di waktu mendatang, juga sebagai bentuk pemenuhan rasa keadilan bagi sesama mahasiswa. Misalnya saja, jika saya mengabaikan kasus plariarisme, saya menilai tugas mahasiswa tanpa menyelidiki ini plagiat atau tidak, tentu kurang memberikan rasa keadilan. Tugas yang terlihat baik, bahasa dan isinya, bisa saya beri nilai A misalnya, padahal itu plagiat. Tentu, mahasiswa lain yang dengan susah payah mengerjakan sendiri tetapi hasilnya tidak bagus bisa saya beri nilai B. Nah, kalau mahasiswa yang mendapat nilai B tersebut tahu kalau teman yang mendapat nilai A tersebut ternyata copy paste dari internet, kan tentu tidak terima.
     Ada juga mahasiswa yang seenaknya sendiri mengerjakan tugas, misalnya hanya setengah halaman. Terus ada juga yang sudah ketahuan plagiat, dengan entengnya mengatakan," terus tugas penggantinya apa, Pak? jangan sulit-sulit ya Pak!" huuhhh...pergi ke laut sana! (hehehehe)
     Saya juga terkadang geli pada mahasiswa yang begitu pede membuat tugas acak-acakan. Mengambil dari internet tetapi kurang jeli menempatkan spasi sehingga sangat jelas kalau itu mengambil dari artikel lain. Kalau dosennya sudah pikun dan tidak ngerti internet, mungkin masih wajar lah, hehe.
     Begitulah, susahnya menjadi dosen yang harus memberi rasa keadilan bagi semua mahasiswa yang diajar. Yang pasti, saya tidak khawatir tidak disukai oleh mahasiswa saya hanya karena saya tegas memerangi plagiarisme. Memang, obat itu seringnya berasa pahit. Namun, meski pahit banyak dibutuhkan dan dicari karena menyembuhkan. Semoga menjadi pemakluman bagi semua, utamanya mahasiswa pengambil Matakuliah Teori Sastra semester ini.

Artikel ini saya tulis pada 27 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Unggulan

The Short Story in The 21st Century

TJERITA AND NOVEL LITERARY DISCOURSE IN POST NEW  ORDER INDONESIA By Stefan Danerek Centre for Languages and Literature Lund Unive...