Eksotika Thailand Selatan dan Tradisi Memuliakan
Tamu yang Inspiratif
Ini adalah catatan
perjalanan saya ketika mengunjungi Thailand beberapa waktu lalu. Ada banyak
cerita yang layak untuk dituliskan, pun untuk mengikat inspirasi-inspirasi yang
saya dapat agar tidak sekadar berserak dan menguar begitu saja. Ada banyak
cerita dan yang pasti cerita horornya tetap ada, hihi. Penasaran kan?😎
Perjalanan kali
ini lumayan lama, sekitar delapan hari. Barangkali sebelumnya saya pernah
melakukan perjalanan yang cukup lama juga saat ke Tanah Suci. Namun, kali ini
berbeda. Ada tanggung jawab yang sebelumnya agak berat saat dibayangkan, yaitu
mendampingi mahasiswa berjumlah 19 orang. Kerepotan saat check in di bandara,
transportasi lokal, dan aktivitas lain yang lumayan membuat berdebar sebab ini
soal tanggung jawab mengawasi dan memastikan semua mahasiswa aman dan selamat,
duilee. Syukur alhamdulillah, perjalanan ini usai dan semua lancar selamat.
Tidak ada kendala yang berarti. Keruwetan yang sempat membayangi, bisa terlewati
dengan banyak kemudahan.
Baru pertama
ini saya ke Thailand. Tentu, perjalanan ini harus saya syukuri sebab menambah
daftar negara yang saya kunjungi. Meski, salah satu tempat yang ingin saya
kunjungi, Maldives, sampai kini belum terwujud, hihi. Kota pertama yang saya
kunjungi saat ke Thailand ini adalah Hat Yai. Seperti lazim saya lakukan saat
akan mengunjungi sebuah kota atau negara, saya sudah mencari banyak informasi
tentang destinasi yang akan saya kunjungi melalui internet. Berselancar ke sana
ke mari dan akhirnya mendapat banyak informasi, seperti objek wisata apa yang
laik dikunjungi, tradisi setempat yang perlu saya ketahui agar berhati-hati, alternatif kuliner, tips belanaja oleh-oleh, dan hal-hal lain yang sekiranya perlu. Ini
sangat membantu agar perjalanan menjadi lebih aman dan efektif. Efektif yang
saya maksud adalah dapat memanfaatkan waktu agar antara tugas dan jalan-jalan,
bisa selaras dan nyaman, hihi.
Kota Hat Yai
tidak terlalu ramai dan juga tidak terlalu luas. Satu hal yang menarik bagi
saya adalah kotanya lumayan tenang dan teratur. Meski tidak terlalu indah,
tetapi tidak semrawut dan secara umum Hat Yai adalah kota yang ramah untuk
dikunjungi. Jalanan yang lumayan bersih, lengang, dan tenang adalah ciri utama
yang bisa saya catat. Hat Yai berdekatan dengan Kota Songkhla. Keduanya cukup
nyaman meski tidak bisa dipungkiri cuacanya lumayan panas. Dua malam saya
dengan dua teman saya dari UM mengingap di Hat Yai. Sempat berkunjung ke Patung
Budha, Floating Market, Pantai Samila, Masjid Raya, dan tentu yang tidak
tertinggal adalah pusat oleh-oleh.
Sore hari saat
berkunjung ke Klonghae Floating Market, ada hal menarik perhatian saya, yaitu
tempat minuman tradisional di sana. Kalau di Indonesia kita biasa menyebut es
kelapa muda kali ya. Tempat minuman/gelas tersebut berasal dari bambu dan ada bunga
anggrek aslinya. Duh, sayang banget saat harus membuangnya, hehe. Harga makanan
di tempat ini terbilang murah, setara di Indonesia dan bahkan lebih murah.
Suasana cukup ramai dan didominasi oleh pengunjung dari Malaysia sehingga
sekilas ya seperti saat kita di tempat wisata di Indonesia saja. Yang terlihat berbeda ya bahasanya.

 |
Nglesot di Klonghae Floating Market dan menyeruput es kelapa muda dengan gelas dari bambu yang eco-friendly banget kan... |
Ketika akan
mengunjungi Pantai Samila, saya juga sempat mampir ke Konsulat RI di Songkhla.
Karena waktu itu hari Sabtu, kantornya tutup dan kami hanya foto-foto sebentar.
Pantai Samila cukup bagus dan bersih. Pasir
putihnya terlihat semakin putih sebab tersiram terik matahari yang memanggang kepala. Sayangnya, waktu itu
pas siang hari jadi kurang nyaman ke pantai di bawah terik matahari. Praktis,
kami hanya duduk-duduk saja menikmati suasana, tanpa merasai kecipak air
lautnya yang biru.

 |
Suasana Pantai Samila
Salah
satu pengalaman berharga yang saya dapat adalah ketika saya bisa ‘menakhlukkan
anjing’. Hihi.. Ini serius… saya sebenarnya sangat takut pada anjing, antara
khawatir kena najis dan juga takut dikejar dan digigit. Namun, ketika jalan-jalan
malam keluar hotel, kami sempat disambut banyak anjing di jalanan Kota Hat Yai.
“Pak Kar biasa saja, tidak usah takut, tidak usah mencoba lari. Anjing itu bisa
merasakan kondisi kita. Kalau kita tenang, para anjing itu juga tidak akan
mengganggu kita,” kurang lebih begitu kata salah satu teman saya. Itu lantas
saya praktikkan. Awalnya benar-benar takut sebab saat anjing itu mendekat dan
saya tidak lari, sempat khawatir kalau benar-benar mendekat dan akan menggigit
saya. Bisa membayangkan to? Selama ini, kalau ada anjing, saya memilih ngibrit
lebih dulu. Alhasil, ternyata benar. Saat saya mencoba tenang, anjing itu pun
perlahan menjauh dan tidak menghiraukan kita. Esoknya, saat jalan-jalan pagi di
sekitar hotel, hal itu kembali saya buktikan dan memang terbukti. Saat kita tenang,
anjing itu tidak akan mengganggu kita. Cieee....
Secara
umum, perjalanan di Hat Yai cukup puas sebab tidak banyak waktu terbuang dan banyak tempat yang saya
singgahi. Termasuk salah satunya adalah resto sea food halal laiknya All You
Can Eat di Indonesia seperti yang kita tahu.
Usai dari Hat
Yat dan Songkhla, saya dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Kota Krabi
dengan menggunakan mobil. Perjalanan yang cukup jauh sebenarnya, tetapi sebab
sepnjang jalan seperti tol (padahal bukan) jadi perjalanan itu terasa tidak
begitu lama. Saya kagum dengan fasilitas publik di Thailand, dalam hal ini
jalan raya. Akses jalan yang bagus dan luas laiknya tol, padahal bukan dan
tentu saja gratis. Kalau di Indonesia, fasilitas seperti itu bisa kita temukan
saat kita masuk tol dan harus membayar tentu saja kan. Thailand ini mayoritas penduduknya beragama agama Budha. Ini berimplikasi pada sajian kuliner yang harus saya perhatikan. Nah,
salah satu pengalaman menarik adalah saat saya dan rombongan mampir di resto ketika
menuju Kota Krabi, sebut saja rest area.
Selain memesan minuman, saya membeli kue. Namun, petugas resto memberi tahu kalau
itu isinya daging babi. Lalu saya ditunjukkan ke makanan lain yang halal, kue
yang isinya dari ikan. Nah… alhamdulillah ya, sesuatuh…
Oiya, selama
perjalanan di Thailand ini, kami didampingi Pak Amran. Beliau orang Thailand,
tetapi pernah kuliah di Indonesia sehingga kemampuan bahasa Indonesai beliau
sangat lancar dan membuat saya lupa kalau beliau adalah orang Thailand. Kami sering
bergurau dan akrab. Beliau yang jadi ‘guide’ kami selama di Thailand dan
orangnya sangat ‘helpfull’. Tidak butuh waktu lama bagi kami untuk bisa akrab
dengan beliau. Ah, persaudaraan yang indah, padahal itu juga kali pertama saya
kenal dan berjumpa beliau. Saat masuk ke
Kota Krabi, kami diajak mampir ke sebuah resto yang artistik. Banyak kerajinan dari kayu dalam ukuran besar
yang memperindah taman-taman di area resto. Namun, karena tadi sebelumnya kami
sudah mampir di dua resto, di resto ini kami hanya berfoto-foto ria saja tanpa
makan atau minum. Pak Amran langsung bisa faham kalau kami, terutama saya ding,
sangat doyan foto, maka beliau ajak kami mampir untuk sekadar foto. Diasaarr ya… Sampai Krabi, lokasi
yang kami tuju adalah sebuah lembaga pendidikan Islam, pesantren sebut saja
begitu. Lokasinya dikelilingi kebun kelapa sawit dan agak sedikit masuk dari
jalan raya. Di tempat ini kami menginap selama tiga hari. Kegiatan-kegiatan
utama dan penting dilakukan di Kota Krabi ini, termasuk pengabdian kepada
masyarakat berupa pelatihan kepada guru-guru di Thailand ini. Kami menempati
sebuah rumah, sebut saja Guest House
berlantai dua yang cukup rapi dan bersih. Di dekat rumah ini, ada pesantren dan
sekolah setara SMP-SMA. Ada tiga mahasiswa kami yang mengikuti kegiatan Asistensi Mengajar di tempat ini. 16 mahasiswa lainnya tersebar di berbagai wilayah, termasuk di Phuket. Kami disambut oleh Pak Kyai yang biasa kami panggil
Baboo, seperti orang-orang di sini memanggil beliau. Baboo cukup ramah dan
benar-benar mengamalkan bagaimana memuliakan tamu. Kami diperlakukan sangat
baik. Selama tiga hari kami dilayani dengan baik, termasuk diajak makan ke
resto dan diajak wisata, salah satunya ke Krabi Hot Spring yang terkenal itu.
Kejadian horor juga terjadi di rumah ini. Tetapi disimpan saja dulu ya, nanti
insya Allah akan saya tulis di lain waktu, judul tersendiri, duile. Selama tiga hari,
selain melaksanakan pelatihan untuk guru-guru, kami juga mengunjungi dua
sekolah yang menjadi lokasi kegiatan mahasiswa kami dari Malang selama di
Thailand ini. Salah satu lokasi yang kami kunjungi cukup menantang sebab kami harus naik perahu
mesin dulu dan lalu naik semacam bentor kalau di Indonesia untuk mencapai
sekolah tersebut. Sangat seru. Apalagi, sebelum sampai ke sekolah, kami diajak
makan siang di sebuah resto yang eksotik, tidak besar tapi lumayan indah dan sajian menu yang beragam. Kami juga sempat mengunjungi Pantai Ao Nang yang super
famous itu, yang sangat banyak dikunjungi turis dari berbagai negara. Pernah juga
di suatu sore mampir makan di resto sea food tepi pantai. Alhamdulillah bisa merasai
banyak pengalaman. Baboo, Pak
Amran, dan para guru di sana sangat ramah dan sudah seperti saudara. Sekadar
informasi, kalau di Krabi, mayoritas penduduknya muslim, jadi tidak sulit
mencari resto halal atau untuk menemukan masjid. Selama tiga hari di Krabi,
saya pribadi merasa kenyamanan sebab rasa persaudaraan yang kuat ini. Kalau
wisata atau jalan-jalan, barangkali bisa saja kita lakukan lain waktu dengan
biaya kita. Namun, rasa persaudaraan dan sambutan dari orang-orang di Krabi ini
yang jauh lebih bermakna. Meski ini di negeri orang, tetapi tidak ada rasa
was-was atau gimana sebab semua menyambut dengan nyaman. Tentu ini resonansi,
sebatas kita bersikap baik dan menyesuaikan kondisi, insya Allah orang pun akan
berbuat baik pada kita. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, begitulah kira-kira. Ah, perjalanan indah yang akan kami simpan dalam
ingatan kami dan akan kami catat inspirasi-inspirasi berserak yang kami dapat.
Usai dari Krabi,
masih ada dua malam lagi yang juga seru yang akan saya tulis nanti. Rangkaian
perjalanan yang seru, mungkin, hihi. Tunggu ya…
|
Niceee
BalasHapusPengalaman yang mengesankan di Thailand 😁🙏
BalasHapus